0leh @Generasi Shalahuddin
Dahulu di abad pertengahan, ada sebuah suku bangsa yang melahirkan ksatria-kesatria Muslim yang agung. Anak-anak yang lahir darinya menjadi panglima pembebasan dan prajurit handal melawan musuh-musuh. Mereka adalah suku Kurdi; yang melahirkan Shalahuddin Al Ayyubi, pembebas Al Quds tahun 1187 dari invasi crusaders —tentara salib— yang menguasai Palestina sejak 1099 M.
Mayoritas mereka kini tinggal di selatan Turki, utara Iraq dan utara Suriah. Semenjak kekhilafahan ‘Utsmani jatuh, mereka jadi bangsa tanpa negara.
Kini mereka dikenal sebagai pemberontak yang didukung Rusia, ideologinya komunis. Dan sayangnya memang, mereka seakan tidak terdengar lagi di panggung sejarah dunia.
Sejak syarat-syarat kemenangan mereka abaikan dan sebab-sebab keruntuhan mereka ‘checklist’, berakhirlah sudah.
Betapa banyak bangsa yang dahulu adidaya, sekarang tinggal kenangan dan nama. Yunani, dahulu jadi pusat peradaban intelektual nan membahana. Phytagoras, Socrates, Plato, Euclid dan nama lainnya. Kini bahkan, Yunani nyaris jadi negara bangkrut.
Makedonia, negeri di semenanjung Balkan itu, dulu pernah memimpin wilayah yang sangat besar.
Alexander The Great mengubah wajah dunia seketika menguasai timur dan barat. Namun seketika, kini ia tak lebih dari sebuah negeri kecil yang sama luasnya dengan Jawa Barat.
Mongol, dulu bahkan ¾ dunia telah jatuh dalam genggaman mereka. Genghis Khan dan anak-anaknya menguasai daratan Cina, Asia Tenggara, bahkan Baghdad dilumat, Eropa Timur dibabat.
Namun kini Mongolia berdiri terhimpit rumit diantara dua raksasa baru; Rusia dan China, tanpa laut.
Maka gagah sekali Allah berfirman, “ Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (Al-A’raf : 34)
Jika bangsa raksasa yang angkuh itu dengan mudahnya Allah gulingkan ke semak-semak peradaban, bagaimana dengan takdir manusia yang hanya berumur sebentar? Mudah bagi Allah menjatuhkan izzah atau mengharumkan. Gampang bagi Allah mencampakkan manusia atau meninggikan.
Semuanya memiliki giliran untuk mewarnai dunia. Meminjam kata Ustadz (Ahmad Heryawan) @aheryawan, “Jika Arab sudah, jika Barat sudah, jika Cina sudah, yang lain juga sudah, maka bukankah tak mustahil Melayu punya potensi jadi pemimpin selanjutnya?”, kira-kira seperti itu maknanya.
Kalau kata peneliti The Economist, “India is the big Asian giant with momentum”, maka di sudut lain, Indonesia kita -semoga- adalah raksasa Muslimin dengan prospek masa depan paling optimistis. Wallahu A’lam.
“Rasulullah suka dengan optimisme”, sebagaimana kata Abu Hurairah.
GM Harding