Rabu, 23/02/2022
𝐓𝐈𝐏𝐈𝐊𝐎𝐑.𝐢𝐝 HALTENG – Pemaksaan mengubah anggaran pendapatan daerah APBD tahun 2022, menuai perhatian berbagai pihak. Sejatinya memang polemik antara anggota DPRD itu adalah dinamika demi memperjuangkan hak rakyat.
Namun publik harus tahu, ada hal miris yang terjadi, RAPBD yang telah di paripurnakan pada november 2021, di paksaan untuk dimasukan dangan cara merubah, hal itu berdasarkan pajak dan retribusi juga DBH/Royalti/iuran tetap dan PBB P3 dengan surat dari PT Iwip Nomor: 0016/PTIwip-YC/LO/02/22 tanggal 8/02/2022. Sebesar
Rp.501.000.000.000, hal ini tidak ada dasar hukum, ungkap Usman Tigedo anggota DPRD dan sekaligus anggota Banggar (23/02/2022).
Kata dia, harusnya kita berdasarkan dengan draft awal yang di ajukan oleh pemerintah daerah, seperti halnya:
Dalam struktur RAPBD terdapat penerimaan pembiayaan berupa pinjaman kurang lebih 200.000.000.000, namun skenario itu tidak di setujui oleh DPRD, maka pemerintah daerah menyampaikan ke DPRD untuk melakukan penyesuaian pendapatan pinjaman dan penyesuaian belanja yang akan dibiayai dengan skema pinjaman, jelasnya.
Olehnya itu pada tahapan pembahasan antara TPAD dan Banggar DPRD. RAPBD di setujui dan di paripunakan di 27 november 2021.
Dengan strukutur RAPBD TA 2022: Total
Rp. 886.082.122 453. Dan belanja dirancang Rp. 986.082.122.453. Dan devisit sebesar Rp.100.000.000.000, dalam struktur RAPBD dari sisi pendapatan dan belanja ini sangat rasional, bebernya.
Katanya lagi, sudah sangat jelas semua mekanisme yang ada sudah kita lewati bersama dalam penganggaran pada batang tubuh APBD tahun 2022 dan sudah di paripunakan. Dan sangat jelas lagi, dengan dasar rujukan pada PP 12. PMK 117, mengisyaratkan segala sumber penghasilan harus di masukkan dalam APBD, akan tetapi hal itu sudah selesai ditetapkan.
Jadi tidak perlu beralibi dan bertopeng dengan skenario bahwa itu pendapatan hasil daerah agar hibah dan DBH itu di paksakan masuk pada APBD.
Menurutnya, dalam sistim SIPD untuk
penginputan perencanaan program dalam satu (1) tahun sudah selesai dan telah terkunci, walaupun RAPBD belum di evaluasi oleh provinsi.
Menurutnya lagi, harusnya pendapatan daerah yang masuk pada tahun berjalan saat ini, hal itu di masukan pada penyesuaian untuk APBDP. Bukan asal setuju tanpa di landasi dengan aturan hukum yang jelas, tegasnya. (Rosa)