Fitroh Rohcahyanto mengundurkan diri dari jabatan Direktur Penuntutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tengah kontroversi pengusutan kasus Formula E dan kembali ke Kejaksaan Agung sebagai institusinya.
Fitroh mengundurkan diri meski belum genap lima tahun menjabat Direktur Penuntutan ditengah polemik sikap Ketua KPK, Firly Bahuri One Man Show.
Ia mundur dari jabatan Direktur Penuntutan KPK lantaran dipaksa Filri untuk mentersangkakan Anies terkait kasus Formula-E sesuai sumber Tempo.
Beliau enggan menjelaskan alasan dirinya memilih kembali ke Kejaksaan Agung.
Namun pejabat dari Kejaksaan Agung meminta teman-teman jurnalis untuk cross chek urusan tersebut kepada Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, “Maaf, Mas monggo konfirmasi ke Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri” katanya.
Kasus Formula E Hanya Rintangan buat Anis Baswedan
Sikap Fitroh Rohcahyanto yang berani mengundurkan diri dari jabatan Direktur Penuntutan adalah sinyal kalau selama ini kasus Anis Baswedan pada Formula-E hanya kasus orderan untuk menyetop langkahnya untuk maju sebagai calon Republik Indonesia nomor 1.
Hal itu diungkapkan Gajahmada Harding, Ketua Gerakan Anti Korupsi Indonesia di Makassar terkait mundurnya Fitroh Rohcahyanto dari KPK dan memilih kembali berkarir di Kejaksaan Agung.
Menurut pria kelahiran Wajo, bahwa langkah Fitroh keluar KPK hanya menghindari konflik kepentingan yang dihadapinya di KPK, lebih sebagai pengakuan kegagalan dalam memaksimalkan menjerat Anis Beswedan sebagai jaksa. Makanya Fitroh mundur meskipun telah berkarir 11 tahun di KPK.
Lanjutnya, Anis Baswedan yang selama ini dihalang-halangi masuk calon presiden namun tak ada bukti yang memojokkan dari Formula E, malah telah melenggang sebagai calon Presiden 2024 lewat tiket dari trio Koalsi Perubahan, PKS, NasDem dan Partai Demokrat.
KPK menurut dia, hanya sebagai alat bagi Firli Bahuri sebagai Ketua untuk mencapai obsesi dalam mendukung penguasa. Bukan untuk memberantas korupsi seutuhnya tapi untuk mencapai bergaining dengan tersangka untuk ketemu langsung dan berkomunikasi bebas.
“Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango tak tahu apa yang diperbuat Ketua KPK saat ketemu Gubernur Papua Lukas Enembe. Semestinya semua Wakil Ketua KPK tahu apa janji yang dibisikkan oleh Firli kepada Enembe saat di kediamannya di Jayapura” menyayangkan peneliti Akuntabilitas Anggaran Komisi Pemberantakan Korupsi pada Tahun 2013.
“Saya sepakat dengan Nawawi bahwa harusnya ini jadi peringatan bagi KPK untuk menghindari style kerja yang cenderung one man show. Mestinya tetap jalan dan tak terpengaruh persoalan janji-janji antara (Ketua KPK) Firli dan Lukas Enembe,” kata Gajahmada Inisiator pertemuan perdana Relawan Sulsel Peduli Aceh Tsunami 2004 di Makassar.
Karena itu Firli kembali melanggar Kode Etik Pimpiman KPK tentang Integritas, “Memberitahukan kepada Pimpinan lainnya mengenai pertemuan atau komunikasi yang telah dilaksanakan atau akan dilaksanakan dengan pihak lain yang diduga menimbulkan benturan kepentingandengan pelaksanaan tugas dan fungsi Komisi” terang Ketua Forum Kader BNN Sulsel mengakhiri. (Sherly AB)